Jumat, 06 Agustus 2010

RSUD Depok

Warga Depok, mungkin banyak yang belum tahu dimana RSUD Depok berada.
Kemarin pertama kali saya masuk RSUD Depok, membezuk ibu kader posyandu. RS ini ada di Jl. Raya Muchtar, 5 menit dari Bukit Rivaria bila lancar naik kendaraan, ada disebelah kanan. Gedungnya masuk ke dalam lebih kurang 75 m.
UGD sebelah kiri, rawat inap dan rawat jalan sebelah kanan. Tampak perluasan pembangunan gedung di belakang bangunan RSUD. Saat ini RSUD baru 2 tingkat.


Masuk ke bagian gedung rawat inap/jalan tampak bagian pendaftaran, maket rencana pembangunan RSUD, ruang tunggu poliklinik, apotek RSUD.


Kemudian saya naik ke lantai 2 tempat rawat inap. Di dekat tangga ada instalasi radiologi. Rawat inap dipisahkan 2 bagian, selasar kiri dan selasar kanan. Semuanya nama hewan, Elang, Maleo, Garuda, Kakatua, Nuri, Cendrawasih, Merak, Pipit (untuk bayi baru lahir). Kesemuanya ada 67 tempat tidur, termasuk tempat tidur ruang isolasi dan bayi baru lahir. Sangat minimalis. RSUD ini baru ada kelas II dan kelas III, benar benar minimalis.

Untuk ngamar di RSUD ini tidak mudah, banyak yang sudah booking duluan, jadi harus agak ngotot, kukuh berdoa dan mungkin mengandalkan kenalan yang kenal orang dalam. Tipikal RS pemerintah yang murah meriah. Berdasarkan informasi teman, kelas III biayanya 75 ribu, sudah termasuk visite dokter, dan obat katanya.

Berikut gambar salah satu lorong rawat inap kelas II. Kalau mau masuk ruang inap, sepatu harus dilepas dulu.

Rabu, 21 Juli 2010

Dr. Pratiwi S





Mereka yang lahir sebelum tahun 1980 pasti tahu tentang tragedi pesawat ulang alik Challenger Januari 1986. Rencananya, setelah Challenger ini sukses di luar angkasa, akan diluncurkan pesawat ulang alik lain jenis Columbia di tahun yang sama, untuk membawa satelit asal Indonesia Palapa B3. Malang, pesawat Columbia ini tak jadi meluncur, padahal disana direncanakan ada ilmuwan asal Indonesia dr. Pratiwi sebagai Payload Specialist. Payload Specialist adalah astronot selain astronot NASA yang ada di pesawat luar angkasa. Bila tragedi itu tidak terjadi, Indonesia mendahului Malaysia dalam hal mempunyai astronot pertama.
Seperti Apa Sosok Beliau?
Dr. Pratiwi lahir tahin 1952. Bila tidak ada tragedi Challenger, beliau jadi astronot di usia 34. Saat ini beliau masih aktif sebagai peneliti, dosen dan pembicara di seminar baik tentang mikrobiologi bidang utama beliau, maupun tentang peranan wanita. Saya pribadi bertemu langsung dengan beliau tahun 2009 saat seminar, dan bertemu lagi Juli 2010 di seminar yang sama. Beliau jadi pembicara. Di seminar ini, satu yang unik, setiap turun dari podium sebagai pembicara, selalu ada satu orang asisten membantu memegang tangannya. Ada apa gerangan? Tampaknya beliau terlalu banyak duduk menulis atau melihat kuman-kuman lewat mikroskop, sehingga melupakan olah raga dan mungkin, sekali lagi mungkin juga keasikan ngemil.